Mahasiswa Puncak Se-Jawa Dan Bali Tegas Menolak Pemekaran Kabupaten Puncak Damal Dan Puncak Timur

 FRONT GERAKAN ORGANIK MELAWAN EKSISTENSI (FGOME). 

Dok, Aksi Penolakan Pemekaran Kab, Puncak Damal dan Puncak Timur di depan gedung Mendagri;


Fakta Fakta Terkait Kejahatan Terhadap Warga Sipil Papua DiKabupaten Puncak, Ilaga, Selama Dua Periode Pemerintahan Presiden Joko Widodo Dan Awal Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Disertai Peran Para Panglima Tni Dari Matra Darat Dan Udara, Serta Analisis Hukum Berdasarkan Hukum Nasional Dan Internasional:


Kabupaten Puncak

Kabupaten Puncak Merupakan Hasil Pemekaran DariKabupaten Puncak Jaya Yang Didasarkan Pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2008. Kabupaten Ini ResmiTerbentuk Pada 4 Januari 2008, Dengan Ilaga Sebagai Ibu Kota. Memiliki 8 Distrik Dan 80 Kampung, Kabupaten Ini Dibentuk Atas Nama Pemerataan Pembangunan Dan Pelayanan Publik Yang Lebih Dekat Kepada Rakyat.

Namun Sejak Awal Pemekaran Hingga Saat Ini, Terutama Sejak 2018 Hingga 2025, Kabupaten Puncak Menjadi Salah Satu Wilayah Konflik Bersenjata Paling Parah Di Papua, Tempat Di Mana Masyarakat Sipil Menjadi Korban Dari Konflik Antara Aparat Negara Dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Pemekaran Wilayah (Termasuk Rencana DOB Lanjutan) Kini Dipertanyakan Efektivitas Dan Niat Sebenarnya, Karena Dibarengi Dengan Operasi Militer Besar- Besaran Dan Peningkatan Kekerasan Terhadap Orang Asli Papua (OAP).

 

 

Kejahatan Negara pada Era Presiden Joko Widodo (2014–2024)

Infrastruktur dan Represi

Presiden Jokowi Mengusung Pembangunan Infrastruktur Di Papua Sebagai Bagian Dari Program Nawacita. Namun, Pembangunan Jalan, Bandara, Dan Proyek Strategis Nasional Justru Dibarengi Dengan Operasi Militer Masif Yang Ditujukan Untuk "Menjaga Stabilitas".Di Kabupaten Puncak, Pendekatan Ini Menghasilkan Peningkatan Jumlah Pengungsi Internal (Idp) Yang Mencapai Lebih Dari 60.000 Orang Sejak2018 Hingga 2024, Sebagian Besar Berasal Dari DistrikGome, Ilaga, Beoga, Dan Sinak. Penggerebekan Desa Secara Membabi Buta, Termasuk Pembakaran Rumah Dan Gereja (Misalnya Gkii), Seperti Yang Dilaporkan Maret–April 2023 Di Distrik Oneri Dan Yugumuak. Penembakan Dan Pembunuhan Warga Sipil Seperti: Meton Magay (21), Derminus Waker (20), Dan Wanimbo (32) Di Ilaga. TarinaMurib, Seorang Perempuan Papua, Tewas Tertembak Aparat Pada 3 Maret 2023 Di Desa Pamebut. Stigmatisasi KolektifTerhadap Oap Sebagai Bagian Dari Separatisme, Memicu Penyiksaan, Penangkapan Sewenang-Wenang, Dan TraumaBerkepanjangan. Pelibatan Tni & Militerisasi Kehidupan Sipil Kehadiran Tni/Polri Tak Hanya Terbatas Pada Operasi Keamanan, Tetapi Juga Masuk Ke Dalam Ruang-RuangPublik Seperti Sekolah Dan Fasilitas Kesehatan. Banyak Warga Takut Mengakses Layanan Dasar Karena Kehadiran Militer Dianggap Sebagai Ancaman Langsung, Bukan Pelindung.


Peran Panglima TNI dari Angkatan Darat (AD)

Pada Era Jokowi, Jenderal Andika Perkasa Dan Jenderal Dudung Abdurachman Menjadi Panglima TNI YangMengintensifkan Operasi Militer Di Papua Dengan Dalih Penegakan Kedaulatan. Operasi Ini Tidak Dibatasi Oleh Prinsip Pembeda Antara Kombatan Dan Warga Sipil, Sehingga Korban Sipil Terus Bertambah. Selain Penembakan, Operasi IniDitandai Dengan Pembakaran Kampung, Pengungsian Paksa, Dan Penguasaan Ruang Sosial Oleh Militer Di Bawah Label "Pendekatan Pembangunan".

 

 

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto 2024 100 hari kerja.

Kebijakan Keamanan: Komando Operasi “Habema” Presiden Prabowo, Dengan Latar Belakang Militer, Melanjutkan Pendekatan Keamanan Dan Menambah Intensitas Operasi Udara. Berdasarkan Laporan Human Rights Watch (HRW), Mei 2025, Drone Dan Helikopter Dijadikan Alat Serangan Di Kabupaten Puncak. Bom Dan Mortar Dijatuhkan Di SekitarKampung Dan Gereja Di Ilaga Dan Beoga. Deris Kogoya, Pelajar 18 Tahun, Tewas Terkena Mortir Dekat Gereja. Laporan Menyebut Pembakaran Kampung Dan Penguburan Jenazah Tanpa Prosedur Manusiawi, Seperti Yang Dialami Hetina Mirip Kabupaten Puncak Mengalami Krisis Kemanusiaan Ribuan OAP Terpaksa Mengungsi Ke Timika, Nabire, Jayapura, Dan Wilayah Pegunungan Lainnya. Operasi Tidak Mematuhi Prinsip Dasar Hukum Humaniter Internasional: Pembedaan Antara Kombatan Dan Sipil, Proporsionalitas, Serta Perlindungan Terhadap Objek Sipil Seperti Gereja Dan Rumah Penduduk.

 

 

Peran Panglima TNI dari Matra Udara (AU)

Di Bawah Kepemimpinan Laksamana Yudo Margono, Matra Udara Memainkan Peran Penting Dalam Operasi Udara, Terutama Melalui Drone Dan Serangan Udara Di Wilayah Kabupaten Puncak. Fakta Di Lapangan Menunjukkan Bahwa Serangan Ini Sering Tanpa Verifikasi Target Dan Justru Melukai Atau Membunuh Warga Sipil, Serta Menghancurkan Gereja Dan Pemukiman Adat.

 

 

Penolakan DOB dan Militerisasi Pemekaran

Rencana Pemekaran DOB (Daerah Otonomi Baru), TermasukPerluasan Kabupaten Puncak, Ditolak Oleh Banyak Warga, Gereja, Dan Tokoh Adat. Alasan Utama. DOB Dilakukan TanpaPartisipasi Masyarakat Adat. Militerisasi DOB Memperparah Kekerasan Dan Pengungsian. Eksploitasi Lahan Adat Untuk Kepentingan Elite Ekonomi Dan Militer.


Pelanggaran Hukum Konstitusional dan HAM UUD 1945.

Pasal 28G & 28I: Negara Gagal Melindungi Hak Hidup, Kebebasan Dari Penyiksaan, Dan Keamanan Pribadi. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Pelanggaran Atas Hak Hidup (Pasal 9), Larangan Penyiksaan (Pasal 18), Dan Diskriminasi (Pasal 19).Konvensi Jenewa 1949 & Hukum Humaniter Internasional Prinsip Distingsi, Proporsionalitas, DanKemanusiaan Dilanggar. Serangan Drone Dan Bom Terhadap Kampung, Gereja Dan Kejahatan Perang.

UU Otonomi Khusus Papua (No. 21 Tahun 2001)

a. DOB Tanpa Persetujuan Masyarakat Adat MelanggarSemangat Otonomi.
b. KUHP Pembunuhan: Pasal 338, Penganiayaan:
c. Pasal 351, Perusakan Properti:
d. Pasal 406 Jalur Hukum & Mekanisme Pengaduan

Tuntutan dan Rekomendasi

Hentikan Operasi Militer Di Kabupaten Puncak Dan Seluruh Papua.Tarik Pasukan Non-Strategis Dari Wilayah Sipil SepertiSekolah Dan Gereja. Hentikan DOB Yang Dipaksakan TanpaPartisipasi Masyarakat Adat. Lakukan Investigasi Independen Nasional Dan Internasional Atas Pelanggaran HAM Berat. Sediakan Bantuan Kemanusiaan Bagi Puluhan Ribu PengungsiPapua. Jamin Hak Atas Tanah Dan Budaya Bagi Masyarakat Adat Papua.

Usulan Pemekaran Kabupaten Puncak

 

Gubernur Papua Tengah, Meki Fritz Nawipa, mengusulkanpemekaran Provinsi Papua Tengah menjadi 8 kabupaten baru dan 1 kotamadya pada Mei 2025:

 

Kabupaten Usulan

Distrik

Ibu Kota

Puncak Damal

Wangbe, Beoga, Beoga Barat, Beoga Timur,

Ogamanim

Beoga

Puncak Timur

Agandugume,Bina,Kembru,Lambewi,

Mage’abume, Oneri, Pogoma, Sinak, Sinak

Barat, Yugumuak

Sinak

Lembah Rufaer

Dervos, Doufo, Kirihi, Mamberamo Tengah

Timur, Rufaer

(diusulkan)


Secara Khusus, Kabupaten Puncak Yang Saat Ini Memiliki 25 Distrik Dan 248 Kampung (2022: 117.359 Jiwa) Digadang Akan Dimekarkan Lagi Menjadi 3 Kabupaten, Terdiri Dari 2 Distrik Baru Dan 94 Kampung, Sehingga Layanan Administratif Diperkirakan Makin Mendekat Ke Masyarakat.

Kondisi SDM dan Realitas Lokal

• Saat Ini Ilaga Dan Wilayah Kabupaten Puncak BelumMemiliki Pendidikan Tinggi (S1–S3) Lokal; MasyarakatPada Umunya Berhenti Di Sekolah Dasar Menengah. Angka SDM Papua Asli (OAP) Di Pemerintahan Baru Diperkirakan Rendah Dan Belum Mampu Memenuhi Tuntutan Birokrasi DOB. Hal Ini Membuka Risiko Besar, Pegawai Birokrasi Didominasi Imigran Dari Pulau Jawa, Menegaskan Bahwa OAP Hanya Menjadi Penonton Di Atas Tanah Mereka Sendiri.

Dampak Negatif dan Kekhawatiran Masyarakat Lokal

Usulan Pemekaran Belum Diikuti PemerataanPembangunan, Kesehatan, Pendidikan, Listrik, Dan AirBersih Masih Terabaikan. Kemampuan Finansial DanDukungan Anggaran Pemerintah Pusat Dipertanyakan Apakah Mampu Membiayai Struktur Pemerintahan Baru? Potensi Konflik Horisontal Meningkat Karena Perebutan Wilayah Adat Dan Klaim Batas Administrasi Baru. Usulan Ini Berisiko Menjadi Alat Imigrasi Masif Non-Papua, Yang Bisa Menggeser Dominasi Demografis OAP. Potensi Militerisasi Dan Kehadiran Aparat Keamanan Menyusul Pemekaran, Meningkatkan Risiko Penindasan Dan Konflik Sipil-Sipil.

Data Populasi OAP Kabupaten Puncak (Ilaga)

 

Menurut BPS 2022, Kabupaten Puncak pusat Ilaga memiliki sekitar117.359 jiwa dan populasi terdiri hampir 100% umat Kristen Protestan, yang mayoritas adalah OAP. Namun SDM birokrasi lokal belum siap untuk memegang kendali pemerintahan daerah otonom baru.

Penolakan Berdasarkan Prinsip dan Fakta

A. Asas Administratif Dan Kelayakan
• Uu No. 23/2014 Pasal 34 & 49 Dan Pp No. 78/2007Mensyaratkan: Kemampuan Ekonomi, Sdm,

Dana, Dan Infrastruktur Yang Memadai.

• Prinsip Ini Belum Terpenuhi Karena Layanan Dasar Warga Masih Buruk, Namun Pemerintah Tetap Mendesak Pemekaran.
B. Ancaman Imigrasi Dan Perampasan Tanah
• Pemekaran Tanpa Persiapan Sdm Membuka Keran TenagaKerja Migran Non Pribumi, Sehingga Orang Asli Puncak(Oap) Dipinggirkan Di Atas Tanahnya Sendiri Yang KayaSumber Daya Alam.


C. Potensi Militerisasi
• Setiap Pembentukan Dob Baru Di Papua Selama Ini Disertai Dengan Kehadiran Militer Untuk “Mengamankan” Wilayah Berjalan Dengan Pembunuhan Liar Di Daerah Tersebut Akan Melahirkan Kekacauan Yang Memicu Pengungsian, Kelaparan, Kematian Intimidasi, Dan Kekerasan Terhadap Oap Semakin Meningkat Dan Memperburuk Kondisi Keadaan Masyarak Lokal.
D. Strategi Elit Global

Ada Kekhawatiran Dob Adalah Bagian Dari Agenda ElitGlobal Untuk Menguasai Sumber Daya Papua SepertiTambang Emas, Hutan, Dan Tanah Adat DenganMenggeser Kekuasaan Lokal Oap.

Point Point Pernyataan Tolakan Tegas

Kami Menolak Rencana Pemekaran Kabupaten Puncak Tanpa Memenuhi Syarat Administratif, Sosial, Budaya, Dan Demokratis, Karena:

• Pemekaran Harus Dibatalkan, Cukup Satu KabupatenPuncak, Fokuskan Energi Untuk Memperbaiki Layanan Dasar , Bukan Memperbanyak Entitas Wilayah.
• Utamakan Pendidikan SDM Lokal, Bangun S1–S3,Pelatihan, Dan Kapasitas Birokrasi OAP Sebelum Melahirkan DOB.
• Batasi Imigrasi Pegawai: Pertahankan Kedaulatan Dan HakOAP Atas Tanah Serta Kesejahteraan.
• Hormati Persetujuan Adat: Semua Masyarakat Adat Puncak Ilaga Harus Dilibatkan Dalam Keputusan Strategis.
• Tarik Militerisasi, Jika DOB Dipaksa, Artinya Negara Membohongi Semangat Otsus Dan Digunakan Sebagai Alat Militer.
• Pengawasan Dan Evaluasi Kemendagri, Pemda Puncak, Dan Negara Harus Menghentikan Pemrosesan Administratif Usulan Sebelum Dilakukan Kajian Dampak Holistik Dan Partisipasi Penuh Masyarakat Adat.


Perhatian Kusus pemerinta.

1. Kemendagri, Gubernur Bupati Serta DPRD, DPR RI HarusMemiliki Kajian Pemekaran Wilaya Yang Relefan. SurveiDan Pendataan OAP Di Ilaga Dan Distrik Sekitar SebagaiDasar Penolakan. Pembangunan Strategis: SDM, Pendidikan Tinggi Lokal, Infrastruktur Dasar, Bukan Birokrasi Baru. Pantau Migrasi ASN Pasca-DOB Dan Pastikan Dominasi Hak Hak OAP Terpenuhi.

 

Uud Nomor 21 Tahun 2001 tentang Dob Otonomi.

 

Pasal 76: Pemekaran Wilayah Pemekaran Provinsi Dan Kabupaten/Kota Di Papua Dilakukan Atas Persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) Dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Dengan Memperhatikan Kesatuan Sosial Budaya, Kesiapan Sumber Daya Manusia, Dan Kemampuan Ekonomi Dan Perkembangan Di Masa Datang. Pasal 76 Ayat (2): Pemekaran Sebagaimana Dimaksud Ayat (1) Dilaksanakan Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan.

 

• Pemekaran Kabupaten Seperti Kabupaten Puncak Harus Mempertimbangkan Aspek Sosial Budaya, SDM,Ekonomi, Dan Perkembangan Jangka Panjang. HarusMendapat Persetujuan MRP Dan DPRP, Bukan Hanya Dari Pusat. Tetap Mengikuti Aturan Nasional, Misalnya UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

 

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Keduaatas UU Otsus Papua

 

UU Ini Memperkuat Dasar Hukum Dan Menambahkan Bahwa Pemekaran Wilayah Juga Bisa Dilakukan Oleh Pemerintah Pusat Dengan Tujuan Mempercepat Pembangunan. Pasal 76 (Perubahan Baru): Dalam Rangka Percepatan Pemerataan Pembangunan, Peningkatan Pelayanan Publik, Dan Kesejahteraan Masyarakat, Pemerintah Pusat Dapat Melakukan Pemekaran Daerah Provinsi Dan Kabupaten/Kota Di Wilayah Papua Dengan Memperhatikan Kesatuan Sosial Budaya, Kesiapan SDM Dan Kemampuan Ekonomi.

 

Perhatian Kusus:

 

• Pemerintah Pusat (Presiden Dan Dpr Ri) Juga MemilikiKewenangan Langsung Untuk Melakukan Pemekaran, TapiTetap Harus Memperhatikan Konteks Lokal Papua:Budaya, Kesiapan, Ekonomi. Proses Partisipatif Lokal (MrpDprp) Tetap Penting, Meskipun Tak Lagi Sepenuhnya Dominan Seperti Sebelumnya. Uu No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Mengatur Secara Umum Tata Cara Pemekaran Daerah. Pp No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan,


Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah. Rpjmn DanPeraturan Presiden Arah Kebijakan Strategis Pemekaran Di Papua.

 

Pemekaran Kabupaten Puncak Secara Hukum Dapat Dilakukan Melalui: Persetujuan Dprp Dan Mrp Berdasarkan Uu Otsus Pasal 76. Inisiatif Pemerintah Pusat Untuk Tujuan Percepatan Pembangunan (Uu No. 2 Tahun 2021).Tetap Memperhatikan Syarat Syarat Teknis. Jumlah Penduduk Kemampuan Keuangan.Kesiapan Aparatur, Dan Kondisi Sosial Budaya.

 

 

 

Kesimpulan:

 

Pemekaran Kabupaten Puncak dalam kondisi sekarang adalahmubazir, berbahaya secara sosial, dan dapat memperparah marginalisasi serta militerisasi terhadap OAP. Kami menolak, dan menuntut negara dan Pemda mempertimbangkan seluruh faktor adat, sosial, ekonomi, dan budaya sebelum memaksakan agenda administratif ini.

Jika Anda memerlukan versi dalam bentuk surat resmi, naskah orasi,atau dokumen hukum, kami siap menyusunkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernyataan Sikap; Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Puncak (IPMAP) SE-Jawa dan Bali

Front Justice For Tobias Silak; Desak Komnas HAM ungkap Pelaku

Menyikapi Kasus Pembunuhan Tobias Silak Dan Pembunuhan Serta Mutilasi Ibu Tarina Murib