Mahasiswa Puncak, Surabaya: Mendesak Panglima TNI, Tarik Militer Non Organik dari Kabupaten Puncak Papua
Pada hari Rabu, 12 Februari 2025, ratusan mahasiswa dari Kabupaten Puncak Se-Indonesia, bersama dengan Tim Investigasi HAM, Melakukan Jumpa Pers, Jumpa Pers ini bertujuan untuk menyuarakan beberapa tuntutan penting terkait dengan kondisi yang sedang dihadapi oleh masyarakat Puncak, serta mengingatkan pihak berwenang akan tragedi kemanusiaan yang melibatkan keluarga Tarina Murib Juga Merupakan Salah Korban Penembakan serta Mutilasi.
ini bukan hanya sekadar bentuk protes, melainkan juga sebuah seruan untuk keadilan dan perubahan di tanah Papua.
Isu ketidakadilan di Papua bukanlah hal yang baru. Penelitian dan laporan dari berbagai lembaga internasional dan nasional, termasuk Human Rights Watch, Komnas HAM, dan organisasi pemantau hak asasi manusia lainnya, telah mencatat banyaknya pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua selama beberapa dekade terakhir.
Dari kekerasan militer, pembunuhan, penghilangan paksa, hingga diskriminasi sistematis terhadap orang Papua, semua ini telah membentuk gambaran suram bagi masyarakat setempat. Dalam konteks ini, berbagai gerakan dan Jumpa Pers seperti yang terjadi pada 12 Februari 2025, merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk melawan ketidakadilan yang telah lama dialami oleh masyarakat Papua.
Salah satu isu utama yang diangkat dalam Jumpa Pers; ini adalah penolakan terhadap pendropan pasukan militer (TNI) di wilayah Kabupaten Puncak dan Intan Jaya. Massa jumpa pers, yang terdiri dari mahasiswa dan perwakilan dari Tim Investigasi, menuntut agar pihak berwenang segera menarik pasukan militer yang menurut mereka telah menambah ketegangan dan ketidaknyamanan di daerah tersebut. Aksi militer yang semakin intensif di wilayah-wilayah ini dinilai oleh; korlap Gumagkup Kulua sebagai sesuatu yang merugikan, karena menambah beban psikologis pada masyarakat yang sudah cukup lama hidup dalam ketidakpastian.
Selain itu, Kulua Menyampaikan juga Menekankan untuk segera mengusut tuntas kasus pembunuhan Serta mutilasi terhadap Ibu Tarina Murib yang terjadi pada Tanggal 3 Bulan 3 tahun 2023. Tim Investigasi HAM yang dibentuk oleh keluarga korban dan mahasiswa Puncak Se-Indonesia menuntut agar Panglima TNI Republik Indonesia segera menangkap dan mengadili pelaku pembunuhan tersebut, sesuai dengan surat rekomendasi dari Komnas HAM yang dikeluarkan pada 10 Oktober 2024. Kasus ini telah menimbulkan trauma mendalam bagi keluarga Murib dan masyarakat Puncak, yang menganggap bahwa keadilan belum diberikan
Kulua Juga Menambahkan Bahwa; membatalkan izin pertambangan galian C di Kabupaten Puncak, yang dianggap telah merusak lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Penolakan terhadap pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Puncak Damal dan Sinak Timur juga menjadi salah satu tuntutan yang diajukan dalam jumpa pers ini. Menurut mahasiswa Puncak, pemekaran tersebut hanya akan menambah ketegangan sosial dan merugikan masyarakat di tingkat bawah. Penelitian yang dilakukan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) pada 2022 mengungkapkan bahwa praktik pertambangan yang tidak terkendali di Papua telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, memperburuk kondisi sosial, serta meningkatkan ketegangan antar kelompok di wilayah tersebut.
Pernyataan sikap yang disampaikan dalam jumpa pers, ini juga menekankan pentingnya pembentukan Panitia Khusus (Pansus) oleh DPRD Kabupaten Puncak untuk mendorong dan mengawal pengusutan kasus pembunuhan Tarina Murib. Selain itu, evaluasi terhadap kinerja Dandim Kabupaten Puncak juga menjadi bagian dari tuntutan mereka, khususnya terkait dengan pengiriman pasukan TNI yang dianggap berlebihan dan mengganggu stabilitas psikologis masyarakat Puncak.
Penanggung Jawab:
Mahasiswa Puncak Se-Indonesia
Dan Tim Investigasi HAM Kab, Puncak
Editor: Berku Murib
Komentar
Posting Komentar